Kamis, 12 April 2018

Paud Sebagai Pondasi Pendidikan Karakter Anak Bangsa


              Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat memberi dampak dalam mewarnai kepribadian manusia. Berbagai adegan kekerasan dan kehidupan glamour yang ditayangkan televisi mempengaruhi pola hidup konsumtif yang menjalar. Belum lagi berita pertikaian, kerusuhan, kriminal, korupsi yang tak kunjung berhenti menjadi sajian harian media cetak dan elektonik. Sehingga muncul pertanyaan “Kemanakah pribadi bangsa Indonesia yang terkenal santun, tepo seliro dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur?” Semua gejolak sosial yang terjadi di masyarakat jika ditarik benang merah maka semua itu tidak ada yang berdiri sendiri, hampir seluruhnya merupakan akumulasi berbagai faktor yang merupakan inheren dengan problem manusia dan masyarakat modern.
            Dan untuk menjawab semua persoalan itu dunia pendidikan menjadi tumpun harapan sebagaimana tertung dalam Undang-Undang  Sistem Pendidikan Nasional bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kreatif dan mandiri. Tujuan ini menjadi landasan untuk membentuk karakter anak bangsa. Seperti yang dikemukakan oleh Cordero bahwa pendidikan memiliki tiga fungsi: (1) menjaga kebudayaan suatu masyarakat dan mewariskannya pada generasi berikutnya. Lembaga pendidikan merefleksikan nilai-nilai dominan suatu masyarakat; (2) Pendidikan sebagai agen sosialisasi utama; (3) Pendidikan sebagai tempat belajar prinsip-prinsip yang akan mendasari perilaku seseorang sebagai warga masyarakat. Sementara itu menurut  Gravissium Educationis bahwa fungsi pendidikan adalah menumbuhkan nilai-nilai luhur, yang dikuatkan oleh Robert Drebeen (1960) bahwa pendidikan menjadi ajang belajar tentang kemandirian (independence), prestasi (achievement) dan nilai-nilai universal. 
            Jadi dapat dipahami dengan melalui pendidikan yang baik seseorang dapat survive baik secara individual maupun sosial di dunia ini. Sebagaimana Allah berfirman, ”Dan sesungguhnya telah Kami tulis di dalam Zabur, sesudah (kami tulis dahulu dalam lauhul Mahfudz) bahwasanya bumi ini dipusakai oleh hamba-hambaKu yang shaleh”.(QS. Al Anbiya 105). Muhammad Al Ghozali menafsirkan ayat ini bahwa dunia ini hanya akan diberikan kepada orang-orang yang shaleh, yakni mereka yang memiliki kualitas dan kemanusiaan yang tinggi. Seperti yang ia tulis “The reference here could be to ”the land” of paradise or to land here on earth, in the sense that supremacy and domination on earth will ultimately be given to those who deserve them as result of their moral and humanity qualities”. Maka dapat ditarik sebuah kesadaran  dengan bermodalkan kesalehan baik ritual maupun sosial suatu bangsa akan sejajar bahkan unggul dibanding bangsa lain di tengah-tengah persaingan gobal dunia.
            Kesalehan itu hanya mampu diperoleh melalui pendidikan karakter. Seperti yang disampaikan oleh presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono bahwa pembangunan karakter (character building) sangat penting. Kita menginginkan bangsa ini memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Peradaban demikin itu dapat diraih jika masyarakat kita juga merupakan masyarakat yang baik (good society), masyarakat yang bermoral, beretika, bertutur, dan berperilaku baik. Dan pendidikan memegang peranan penting karena melalui pendidikan diharapkan terjadi transformasi yang dapat menumbuhkembangkan karakter positif serta mengubah watak yang tidak baik menjadi baik. Jadi pendidikan merupakan wahana untuk menumbuhkembangkan karakter anak. Terlebih pendidikan anak usia dini dengan pembiasaan dan keteladanan diharapkan dapat membantu meletakkan dasar ke arah pengembangan sikap, perilaku, perasaan, kecerdasan, sosial dan fisik yang diperlukan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Di samping keluarga sebagai pembentuk karakter anak pertama dan utama. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda” Muliakan anak-anakmu, dan didiklah mereka dengan baik” (H,R. Ibnu Majah) dalam hadis lain dikatakan” Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orangtua kepada anaknya selain pendidikan yang baik” (H.R. Baihaqi).  Mendidik dan memberikan tuntunan merupakan sebaik-baik hadiah dan perhiasan paling indah yang diberikan oleh orang tua dan guru kepada anak dan muridnya, yang merupakan nilai yang jauh lebih baik dari pada dunia dan segala isinya.
Keluarga yang dibangun dengan penuh kehangatan, kedamaian, disiplin yang dibalut cinta dan kasih sayang akan memberi dampak positif pada karakter anak. Cinta akan meluhurkan budi manusia dalam bergaul dengan sesamanya sehingga pandangannya tidak akan dibatasi hanya oleh pertalian darah, suku, etnis, golongan, dan kepentingan tertentu. Dengan cinta seseorang akan selalu mengedepankan dialog dan perdamaian serta menghindari kekerasan, karena segala macam   bentuk kekerasan merupakan ekspresi dari wujud manusia yang kehilangan cinta (kasih sayang).  Manusia yang kehilangan cinta akan memperturutkan naluri destruktifnya.
         Mengingat pentingnya pendidikan karakter yang harus dimulai sejak usia dini maka pemerintah memberi perhatian besar terhadap pendidikan  anak usia dini yang dituangkan dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 1 butir 14 bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir samapi usai enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Upaya pemerintah dan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan anak usia dini merupakan langkah cerdas dan strategis membentuk karakter anak. Diharapkan pendidikan anak usia dini dapat memperbaiki pendidikan masyarakat dan meningkatkan kualiatas sumber daya manusia Indonesia. Menurut Dr. Ade Kusmiadi kepala P2PAUDNI Regional 2 Jawa Tengah menyatakan bahwa pendidikan karakter pada anak usia dini dapat dilakukan dengan pembiasaan dan keteladanan baik segi bahasa dan perilaku, contoh anak mengenal dan melaksanakan pola hidup yang sopan, berkata santun. Pendidik dan orang tua bersinergi bagaimana membentuk anak yang berkarakter dengan mengembangkan  empat hal pokok pendidikan yaitu olah pikir, olah hati, olah rasa, olah raga.  Dari aspek olah pikir menghasilkan anak yang cerdas, aspek olah hati menghasilkan anak yang jujur, dari aspek olah rasa menghasilkan anak yang berempati dan dari aspek olah raga menghasilkan anak yang disiplin. Keempat karakter itu bagaimana ditanamkan dan dapat terinternalisasi dalam pribadi anak. Keempat karakter itu terpatri kuat dalam jiwa anak yang membentuk kepribadiannya. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Berlaku jujurlah kalian karena kejujuran itu menunjukkan ketakwaan dan ketakwaan itu mengantar  kalian ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan berusaha mencari kejujuran niscaya dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur” (HR. Bukhori), dalam hadits lain diperintahkan, “ Ajarilah anak–anak kalian berenang dan memanah...” (HR. Ad Dailami), sedangkan dalam hadits lain  disebutkan “ Tiada suatu sikap lemah lembut pun dalam sesuatu hal kecuali sikap lemah lembut itu menghiasinya dan tidak sekali-kali sikap ini dicabut dari sesuatu melainkan hal ini akan memburukkanya” (HR. Adh Dhiya dari Anas Bin malik).
          Agar seorang anak memiliki karakter yang kuat maka hal yang dapat dilakukan dengan menggali nilai-nilai kultural yang telah disediakan oleh lingkungan kita. Sementara itu menurut Dr. Sri Dewanti, MPd. Ketua Litbang Himpaudi Propinsi Jawa Tengah agar mampu membentuk anak yang berkarakter perlu sinergi baik dari sekolah, keluarga dan masyarakat dan ketiga pusat pendidikan itu harus dapat saling kontrol sehingga anak dapat tumbuh kembang secara optimal untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Strategi yang digunakan dapat dilakukan dengan mengembangkan nilai-nilai budaya yang telah berakar dalam masyarakat. Dari beberapa  pengertian di atas, kita pahami bahwa karakter harus diwujudkan melalui nilai-nilai moral yang dipatrikan untuk menjadi semacam nilai intrinsik dalam diri kita dan mewujud dalam suatu sistem daya juang yang akan melandasi pemikiran sikap dan perilaku kita. Karakter tentu tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus kita bentuk, kita tumbuh kembangkan, dan kita bangun secara sadar dan sengaja. Dikemas sedemikian rupa dan disampaikan sesuai dengan kemampuan daya pikir anak.    Dari pendapat di atas dapat dipahami jika kurikulum PAUD yang meliputi aspek nilai-nilai agama dan moral, aspek fisik motorik, aspek kognitif dan aspek sosial emosional harus dapat dikembangkan dengan seimbang sesuai dengan kebutuhan anak. Pendidikan anak usia dini harus disesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut oleh lingkungan di sekitar anak yang meliputi faktor budaya, keindahan, kesenian dan kebiasaan-kebiasaan sosial yang dapat dipertanggungjawabkan. Karena merupakan peletak dasar atau pondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya maka dibutuhkan situasi dan kondisi yang kondusif pada saat stimulasi dan upaya-upaya pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak yang berbeda satu dengan dengan yang lainnya. Dan dalam pembelajaran tetap memegang prinsip-prinsip: a) bermain sambil belajar; b) berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak; c) berorientasi pada kebutuhan anak; d) kreatif dan inovatif; e) didukung oleh lingkungan yang kondusif; f) menggunakan pembelajaran terpadu; g) mengembangkan ketrampilan hidup; berpusat pada anak; h) demokratis; dan j) bermakna.  
         Pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya meliputi  seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan dan pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak. Karena anak merupakan pribadi unik dan melewati berbagai tahap perkembangan kepribadian, maka lingkungan yang diupayakan oleh pendidik dan orang tua yang dapat memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi berbagai pengalaman dengan berbagai suasana, hendaklah memperhatikan keuinkan anak-anak dan disesuaikan dengan tahap perkembangan kepribadian anak. Misal: anak dibiasakan berdoa sebelum makan, tidur dan melakukan aktivitas lain, anak dibiasakan berkata santun, membuang sampah pada  tempatnya maka anak akan terbiasa untuk melakukan hal tersebut meski tanpa didampingi oleh orang tua maupun gurunya. Hal ini dapat menjadi kenyataan karena karakter anak sudah terbentuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar